Jangan Lupa


Coblos No.Urut 3 Mega Gumigiambira dari Partai Gerindra Dapil 4 Kota Bandung

Jumat, 30 Agustus 2013

Semrawutnya dana hibah akibat kepentingan Politik

sumber foto.metrotv
Dalam hal administrasi, Indonesia memang dikenal paling kacau. Demikian juga soal urusan arsip. Tak jelas,
ketidakberesan mengenai soal administrasi maupun arsip tersebut memang diciptalan, atau karena memang kelemahan SDM. Tapi banyak kalangan menilai, kesemrawutan itu memang diciptakan agar banyak data penting yang tidak perlu diketahui banyak orang. Termasuk soal administrasi dan data yang menyangkut dana bantuan.

Buktinya, banyak kita lihat, dana bantuan atau hibah dari negara-negara luar yang tak jelas kemana arahnya. Tak jarang juga yang kemudian disalahgunakan, atau malah menjadi dana yang sering raib untuk kepentingan-kepetingan politik. Padahal, dana bantuan tersebut umumnya untuk kepentingan masyarakat dan untuk mensejahterakan seluruh rakyat tanpa kecuali..

Departemen Keuangan (Depkeu) tak menampik hal ini. Mereka memang mencatat hingga saat ini masih terdapat kesemrawutan dalam pengelolaan hibah luar negeri karena adanya aturan yang tidak sejalan. Ada kementerian/lembaga yang menerima hibah tetapi tidak didaftarkan ke Depkeu sehingga tidak masuk dalam APBN.

Sebenarnya, ada aturan berbentuk peraturan pemerintah (PP) yang tidak sejalan bahkan bertentangan tetapi kedua PP itu hingga saat ini masih sama-sama berlaku. PP terbaru yang mengatur soal hibah adalah PP Nomor 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Hibah Luar Negeri.Selain PP, ternyata juga masih ada Surat Edaran (SE) Dirjen Anggaran Nomor 67 tahun 2006.

Kalau hendak kita cermati, kedua aturan itu pada dasarnya meminta agar kementerian/lembaga melaporkan setiap hibah yang diterimanya ke Depkeu sehingga masuk dalam perhitungan APBN. Tapi yang terjadi, sampai hari ini dua surat tersebut seakan tak bermanfaat. Sehingga, dana bantuan tak bisa diketahui penggunaannya oleh Departemen Keuangan.Tidak teraturnya pengelolaan hibah luar negeri itu, belum lama ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah tahun 2007. Sementara itu mengenai PP yang tidak sejalan dengan PP Nomor 2 tahun 2006, hingga saat ini pemerintah belum mencabut PP Nomor 19 tahun 1955.

PP tersebut mengatur peran Sekretariat Negara (Setneg) untuk melakukan "endorsement" atas hibah luar negeri. Jadi hibah luar negeri dilaporkannya ke Setneg. Terkait dengan kasus tersebut, tak ada salahnya kalau keberadaan PP ini sedang dievaluasi oleh Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Ditjen Pengelolaan Utang, yang jelas arahnya semua hibah luar negeri harus on budget.

Soal hibah luar negeri yang sudah ditandatangani untuk pencairan selama 2008, jumlahnya lumayan besar, yakni mencapai sekitar 42,97 juta dolar AS. Jumlah tersebut terdiri dari hibah dari Kanada sebesar 7,89 juta dolar AS, Republik Korea 2,1 juta dolar AS, Netherland sebesar 22,68 juta dolar AS, ADB 5,95 juta dolar AS, FAO 877,15 ribu dolar AS, IBRD 2,91 juta dolar AS, dan IDB 260,09 ribu dolar AS.

Kalau dana tersebut tak jelas penggunaannya, tentu harusnya juga menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, nilainya bukanlah kecil. Kalau saja dana tersebut jelas arahnya, tentu kita pun tak perlu mempersoalkan. Pertanyaannya, sudah tranparankah penggunaan dana tersebut bagi kepentingan rakyat. Kalau belum maka tugas KPK juga untuk menyelidikinya, jangan-jangan memang ada penyalahgunaan dana tersebut.

Sumber: http://web.pab-indonesia.com/content/view/13278/60/

Tidak ada komentar: